sedang nongkrong di Wartel dekat pintu masuk Taman Topi
ada wanita yang mondar-mandir didekatku. Dia mengenakan pakaian seragam
sebuah pabrik. Kukira dia lagi nunggu temannya. Tidak lama kemudian ada
seorang wanita lagi yang datang dan mendekatinya. Mereka bicara dengan
suara keras dan nada tinggi seperti sedang memperdebatkan sesuatu. Aku
tidak mau ikut campur dengan pembicaraan mereka. Toh aku juga tidak tahu
ujung pangkalnya.
Setelah
dilerai oleh Satpam, wanita yang datangnya belakangan akhirnya pergi
dengan masih tetap memaki-maki wanita pertama dalam bahasa Sunda. Aku
yang hanya sedikit tahu bahasa Sunda masih belum bisa sepenuhnya
menangkap apa yang sedang terjadi di dekatku. Aku mulai tertarik dan
memperhatikan mereka. Wanita pertama tadi hanya diam saja, meskipun raut
mukanya menunjukkan kekesalan. Kudekati dan kutanya,
"Kenapa Teh, maaf kelihatannya lagi berantem. Apa sih masalahnya?"
"Nggak
pa-pa kok. Dia menuduhku ada hubungan dengan suaminya. Padahal aku
berhubungan dengan suaminya hanya sebatas urusan pekerjaan," katanya.
"Ya
sudah, teteh kelihatannya masih kesal. Minum es dulu yuk biar tenang,"
kuajak dia untuk duduk minum di kafe yang banyak terdapat di sana.
Kami pesan es buah. Kutawarkan untuk makan tapi dia menolaknya.
"Terima kasih Aa. Saya teh sudah nggak ada nafsu makan dan lagian masih kenyang," katanya halus.
Akupun
maklum saja. Mungkin setelah bertengkar tadi meskipun perut lapar jadi
tidak ada selera makan. Setelah pesanan kami datang, ia mengaduk
gelasnya perlahan-lahan dengan sendoknya.
"Sudah tenang sekarang. Kalau boleh tahu, apa sih masalah sebenarnya?" tanyaku.
"Saya
memang belakangan ini sering jalan dengan suaminya untuk urusan
pekerjaan. Eh dianya cemburu ketika ketemu kami di Cibinong," jawabnya.
"Kan bisa dijelasin ama suaminya?"
"Sudah,
tapi dia nggak terima. Dibilang saya gatel, wanita murahan dan
lain-lainnya. Daripada saya ladenin, nanti jadi makin rame saya tinggal
pulang aja ke kantor. Eh dia belum puas dan telpon ke kantor. Katanya
tungguin nanti malam di Wartel sini agar bisa selesai. Sampai di sinipun
saya masih dimaki-maki. Untung dilerai sama Satpam".
Akhirnya
aku tahu dia bernama Titin dan bekerja sebagai supervisor produksi di
salah satu pabrik tekstil yang memang banyak terdapat di sekitar
Cibinong. Rumahnya di sekitar Biotrop. Suaminya minggat dengan perempuan
lain enam bulan lalu. Jadi statusnya sekarang menggantung. Janda tidak,
bersuamipun tidak juga. Dia belum punya anak. Janda kembang gantung,
pikirku. Badannya ramping cenderung kurus, kulitnya bersih dengan dada
membusung di balik seragamnya. Ada keindahan tersendiri melihat seorang
wanita dalam pakaian seragam. Eksotis.
Entah
kenapa kalau ketemu wanita seringkali statusnya janda. Tapi sebenarnya
akupun tidak mau merusak keperawanan seorang gadis. Bagiku berat
bebannya. Lebih enjoy dengan janda atau gadis yang sudah tidak perawan.
Tidak usah mengajari lagi.
"Aku mau pulang, tapi pikiranku suntuk. Dibawa tidurpun pasti nggak mau," katanya lagi.
"Kalau gitu kita jalan ke Puncak aja yuk. Menenangkan pikiran," ajakku.
"Boleh, tapi jangan kemalaman ya!"
"Nggak, kan rumahmu juga nggak terlalu jauh ke Puncak".
Aku
mulai berpikir, pasti kami nggak akan kemalaman, paling-paling
kepagian. Kamipun segera menghabiskan minuman dan segera berangkat ke
Puncak. Sampai di daerah Cibogo, ia minta turun dan mengajak berjalan
kaki menyusuri jalan raya. Para GM yang sedang menjerat mangsa
menawarkan penginapan pada kami. Aku hanya menatap Titin dan ternyata
dia cuek aja dengan tawaran GM tadi.
Dinginnya udara Puncak mulai terasa. Ia mulai kedinginan dan mendekapkan kedua tangannya di dadanya.
"Dingin?" tanyaku.
Titin
hanya mengangguk saja. Sambil jalan kulingkarkan tangan kiriku pada
bahu kirinya. Ia menggelinjang sedikit, sepertinya menolak pelukanku.
Tapi tanganku tetap dibiarkan di bahunya. Bahkan tangan kanannya
melingkar di pinggangku dan mencubitku. Aku menggerakkan pinggulku
sedikit kegelian. Sampai di depan sebuah wisma kami berhenti.
"Masuk yuk!" ajakku.
"Mau ngapain. Katanya nggak sampai malam," jawabnya. Ada nada keraguan atau mungkin juga kepura-puraan.
"Ngapain aja terserah kita dong. Lagian kalau dua orang berbeda jenis masuk ke hotel ngapain?" pancingku.
"Tidur aja. Kamu merem, saya merem. Aman kan," katanya.
"Nggak
mau. Kalau kamu merem aku melek, sebaliknya kalau kamu melek aku yang
merem, supaya ada yang jaga," kataku melempar umpan semakin dalam.
"Ayo. Tapi kamu janji jangan macam-macam. Awas nanti," katanya mengancamku.
Dari
suaranya umpanku sudah termakan. Tinggal tarik ulur tali saja agar
ikannya tidak terlepas. Kami masuk ke dalam kamar. Kuperiksa sebentar
kelengkapannya. Jangan sampai lagi tanggung room boy datang antar
kekurangannya. Aku minta air putih saja untuk di dalam kamar. Meskipun
udara dingin, aku yakin nanti pasti perlu minum. Titin masuk ke dalam
kamar mandi dan sebentar kemudian terdengar suara air yang keluar dari
jepitan pintu gua. Wsshh dan tak lama suara guyuran air.
Aku
keluar kamar, berdiri di teras kamar sambil melihat suasana. Sepi,
karena memang bukan week end. Aku masuk lagi ke dalam kamar. Kebetulan
Titin pun keluar dari kamar mandi. Pintu keluar dan pintu kamar mandi
berdekatan posisinya. Kupandangi wajah Titin, kupegang tangannya dan
dengan sekali tarikan ia sudah ada dalam pelukanku. Ia sedikit meronta,
tapi rasanya hanya penolakan pura-pura.
"Jangan.. Jangan!"
Kalau
memang dia tidak mau, pasti kami berdua tidak akan sampai ke kamar ini.
Kucium bibirnya yang tipis. Lemas sekali bibirnya sehingga terasa
kenikmatan mulai menjalar, meskipun ia belum membalas ciumanku.
Kulepaskan lagi ciumanku dan kutatap matanya.
"Aku
mohon.. Jangan.. Jangan. Jangan disini sayang!" Ia mengakhiri
kata-katanya dengan menyerbu bibir dan mukaku kemudian menarikku ke
ranjang.
"To, aku merasa kesepian dan kedinginan. Kamu mau berikan kehangatan?"
Rasanya terbalik pertanyaan itu. Mestinya aku yang tanya apakah dia mau bercinta denganku.
"Pasti. Kita akan sama-sama puas malam ini".
"Terima kasih To. Aku.. Aku..".
Sambil
berkata begitu ia langsung mencium bibirku. Akupun langsung membalas
ciumannya. Bibir kami saling berpagut, lidah kami saling mendorong dan
menjepit saling sedot. Cukup lama kami menikmatinya. Bibirnya memang
benar-benar terasa sangat lemas sehingga dapat kupermainkan dan
kuputar-putar dengan mulutku.
"Ayo puaskan aku sayang.. Ah. Ah." suaranya hanya mendesis ketika ciumanku berpindah turun ke leher dan daun telinganya.
Tangan
kiriku mulai menjalar di pahanya. Kusingkapkan roknya, benar-benar
mulus sekali pahanya. Kuremas-remas sampai ke pangkal pahanya. Ketika
sampai di celana dalamnya, kutekankan jari tengahku ke belahan di tengah
selangkangannya dan ku gesek-gesekkan.
"Ah sayang. Kamu nakal sekali".
Aku
tidak menghiraukannya. Sementara itu tangan kananku meremas halus buah
dadanya dari luar. Tangannya pun tak mau ketinggalan memegang bahkan
mencengkeram keras kejantananku dari luar. Terasa sakit tapi aku dapat
menikmatinya.
"Kita tidak akan kemalaman sekarang, tapi kepagian," bisikku menggodanya.
"Biarin aja, saya besok shift siang jam 3".
Dengan
ganasnya aku menciuminya, seperti seekor kucing yang sedang melahap
dendeng. Tangannya bergerak ke bawah dan terus ke bawah. Ia membuka
kancing bajuku dan melepasnya. Kini setiap jengkal tubuhku bagian atas
tak luput dari ciumannya. Kemudian ia membuka resleting celanaku dan
langsung mencengkeram penisku.
"Anto, punya kamu boleh juga. Tidak besar tapi keras sekali. Apa ada wanita lain yang pernah merasakannya?"
Pertanyaan itu lagi. Kenapa setiap wanita mau tahu apakah pria yang dikencaninya pernah tidur dengan wanita lain.
"Ada,
aku bukan perjaka lagi," jawabku tenang, yang penting adalah apa yang
terjadi sekarang ini. Dan lagi kelihatannya ia hanya sekedar bertanya
tanpa mempedulikan jawabanku.
Belum
selesai kata-kataku, ia telah mengocok dan kadang meremas kejantananku.
Pintar sekali ia memainkan adik kecilku. Beberapa menit kemudian
tegangan pada kejantananku sudah maksimal. Tiang bendera sudah tegak
berdiri, siap untuk melaksanakan apel malam. Kudorong tubuhnya ke
ranjang dan kemudian akupun langsung menerkam tubuhnya.
"Sabar sayang, buka bajunya dulu donk."
Kamipun
membuka pakaian kami masing-masing. Setelah telanjang bulat, langsung
kubaringkan ia. Kuciumi senti demi senti tubuh mulusnya. Dari atas ke
bawah sampai kepada paha dalamnya. Kurenggangkan kedua pahanya. Tercium
aroma khas yang dipunyai seorang wanita. Kurenggangkan labia mayora dan
labia minoranya dengan jempol dan telunjukku.
"Ayo
sayang.. Puaskan.. Aku.. Ya.. Ohh. Oohh." Kata-katanya terus meracau,
apalagi ketika aku melahap habis biji kacangnya dengan mulutku, kadang
kusedot, kuhisap, dan kugigit dengan lembut.
"Ah.. Ennak ssayang.. Kamu ppinnttarr. Ohh.. Oohh"
Aku
sudah tidak mempedulikan kata-katanya. Aku makin asyik dengan mainanku.
Kulepaskan mulutku dan kutindih dia. Kumasukkan jari tengah kiriku ke
dalam lubang perlahan lahan. Tubuhnya meronta-ronta seperti orang
kesetanan, kedua payudaranya bergoyang kencang. Aku pun meraih
payudaranya itu. Dengan tangan kananku, kupelintir puting susunya yang
sebelah kiri dan mulutku kini menggigit halus puting kanannya. Sementara
jari kiriku tetap mengocok lubang vaginanya. Semakin cepat kocokanku,
semakin cepat pula ia meronta.
lanjut cerita nya,
Kuhentikan permainan tanganku dan kuarahkan kejantananku untuk memasuki
liang kenikmatannya. Tanpa kesulitan aku segera menembus guanya. Terasa
basah dan hangat. Kugerakkan pinggulku dan ia membalas dengan memutar
pinggulnya dan menaik turunkan pantatnya mengimbangiku. Satu kakinya
menjepit pahaku dan kaki lainnya dibuka lebar dan disandarkan ke dinding
kamar. Kuciumi leher dan dadanya. Beberapa kali kugigit kecil kulit
dadanya sampai meninggalkan bekas kemerahan.
"Ciumi leher dan pundakku! Aku sangat terangsang kalau dicium di situ," rintihnya.
Kuikuti
kemauannya dan sampai akhirnya ia menggelinjang hebat, kedua tangannya
mencengkeram keras kepalaku. Pinggulnya naik menjemput kejantananku.
Kutekankan kejantananku dalam-dalam dan akhirnya ia mencapai orgasmenya.
Ia terkulai lemas. Ditekan-tekannya pantatku ke bawah dengan tangannya.
Kemudian
aku turun dari tubuhnya dan membiarkannya beristirahat sebentar.
Setelah napasnya pulih ia naik ke atas tubuhku dan mulai mencium bibir,
leher dan telingaku. Mulutku menghisap kedua payudaranya. Terkadang
kugigit putingnya bergantian. Ia hanya mengeluh merasakan nikmatnya.
Beberapa menit kemudian ia sudah terangsang lagi.
"Ayo sayang. Aku sudah siap memuaskanmu di babak kedua.."
"Kita lakukan dengan berdiri," kataku berbisik di telinganya. Ia hanya tersenyum dan mengangguk.
Kuangkat
tubuhnya berdiri di samping ranjang. Kami masih saling berciuman dengan
ganas. Ia kemudian mengangkat kaki kirinya ke atas ranjang, kudorong
sedikit sampai ia mepet ke dinding kamar. Tangannya membimbing meriamku
memasuki guanya. Pantatnya sedikit disorongkan ke depan dan perlahan
lahan meriamku masuk, sampai..
Blesshh..
Semuanya sudah terbenam di dalam guanya. Oh hangatnya.
"Ayo sayang, goyang.. Sayang ohh.. Ohh"
Kedua
tangannya memegang pantatku dan membantu gerakan pinggulku maju mundur.
Rasanya nikmat sekali bercinta sambil berdiri. Badannya ia lengkungkan
ke belakang sehingga meriamku dengan leluasa menobrak-abrik guanya.
Pinggangnya juga bergerak-gerak mengimbangi gerakanku. Mulutku tetap
melakukan aktivitas di bagian atas tubuhnya. Kadang berciuman, kadang
menyedot dan mengulum putingnya. Cukup lama aku mengocoknya, akhirnya
kupercepat kocokanku ketika kurasakan lahar panas akan keluar.
"Tin, oh.. Aku mau keluar. Di keluarin dimana nih ohh. Oohh".
"Tunggu sebentar. Aku juga mau keluar, ohh. Ooohh sama-sama ya sayang.. Ohh.. Di dalam aja nggak apa-apa. Ohh barengan yah."
Akhirnya
kutumpahkan spermaku di dalam guanya. Aku mencapai klimaks duluan.
Titin tidak bisa mencapai klimaks yang kedua meskipun ia masih berusaha
menggerakkan pantatnya maju mundur karena meriamku sudah
berangsur-angsur melemas dan akhirnya terlepas sendiri dari dalam
guanya.
Kami
rebah berdampingan di ranjang. Ia memelukku dan menciumku. Kuakui
wanita satu ini memang luar biasa. Tidak dengan setiap orang aku dapat
melakukannya dengan berdiri. Aku sudah coba. Tapi dengan Titin meskipun
dia jauh lebih pendek dariku ternyata aku bisa melakukannya.
"Sorry
Tin. Aku nggak tahan lagi. Nanti kita akan mulai lagi dengan santai dan
saling menunggu sehingga bisa mencapai klimaks bersama-sama. Terima
kasih ya sayang. Kamu benar-benar hebat."
"Nggak
apa-apa. Aku sudah dapat duluan. Kamu juga hebat. Malam ini masih
panjang. Kita tidak usah tidur sampai pagi supaya dahagaku terpuaskan".
Akhirnya
sisa malam kami lalui dengan berpelukan. Ia tersenyum kemudian
menciumku dan merebahkan kepalanya di dadaku. Malam itu kami masih
melakukannya lagi tiga kali sampai pagi. Sekali kami lakukan di lantai
beralaskan selimut. Ternyata ketika bermain di lantai kami bisa
merasakan nikmat yang luar biasa. Gairah kami seakan-akan meledak sampai
seluruh badan terasa sakit dan ngilu. Tetapi setelah mandi pagi
gairahku kembali menyala dan aku masih sempat sekali lagi bergumul
dengannya.
Kami
pulang dengan membawa kepuasan dan rasa lelah yang luar biasa. Seharian
kuhabiskan dengan tidur-tiduran. Bahkan aku tidak sempat makan siang.
Setelah itu aku masih sempat dalam dua pertemuan merasakan kehebatannya
bercinta dalam posisi berdiri. Akhirnya dia pindah kos dan aku
kehilangan jejak.
Hallo bosku pencinta togel online
BalasHapusmari bosku bergabung bersama kami,
kami bandar togel online terbaik dan terpecaya
semua pasti akan menang dan dapat no zonk
Kami menyediakan permainan
TOGEL
DD48ball RED BLUE LIVE
info lebih jelas kunjjugi CS kami
Telp : +85581569708
BBM : D8E23B5C
Line : togelpelandi
Skype: Togel Pelangi
Link : http://www.togelpelangi.com/
089665473359 jawa timur
BalasHapus